CATEGORIES:

Di Balik Panggung Efek Rumah Kaca 
Dari Larangan Tampil Hingga Intimidasi

Categories: NEWS

Share
Bagi penggemar musik indie Indonesia nama grup musik Efek Rumah Kaca (ERK) sudah tidak asing terdengar. Lahir tahun 2001 di Jakarta, grup musik yang membawa nuansa aktivisme ini akhirnya mampu diterima sebagai salah satu band indie populer di Indonesia.

Asal Mula Efek Rumah Kaca 

Mengutip wikipedia, pada tahun 2001, Cholil Mahmud bersama Adrian Yunan Faisal, Hendra dan Sita membuat sebuah band. Akbar Bagus Sudibyo baru ikut masuk setelah diperkenalkan oleh teman mereka. Dua tahun kemudian, Hendra dan Sita keluar dari band karena kesibukkan masing-masing.[2]Setelah berganti nama menjadi Hush dan Superego, akhirnya mereka memutuskan memakai nama Efek Rumah Kaca. Kemudian tahun 2007, mereka merilis album pertama mereka, Efek Rumah Kaca yang terjual lebih dari 5.000 kopi.

Setahun selanjutnya, ERK merilis album keduanya berjudul “Kamar Gelap” dirilis pada tanggal 19 Desember 2008. Album ini merilis 3 singel yaitu Kenakalan Remaja di Era Informatika, Mosi Tidak Percaya dan Balerina. Album ini mendapatkan penghargaan pada Indonesia Cutting Edge Music Awards 2010 untuk The Best Album dan Kenakalan Remaja di Era Informatika untuk Favorite Alternative Song. Lalu, pada tahun 2017 
Adrian, bassist ERK yang juga sebagai salah satu pendiri Efek Rumah Kaca, mengalami kebutaan total dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari Efek Rumah Kaca dan pada tahun yang sama, ia juga mengeluarkan album solo yang ber-genre pop folk, Sintas.

ERK bisa dikatakan sukses menarik perhatian publik melalui karyanya. Namun, ada hal tidak pernah diketahui banyak penggemar ERK, bahwa lagu-lagu yang bernuansa aktivismenya telah membawa ERK kepada kondisi yang bisa dikatakan “berbahaya”.

Bassis ERK Poppie Airil kepada bvcklesmiggle.com berkisah bahwa ERK pernah mengalami hal tidak menyenangkan.

“Kalau beberapa kejadian ada, saat di undang di Mata Najwa waktu itu cover story Kanjuruhan terus kami main di GBK kami bawain dua lagu Seperti Rahim Ibu dan Putih, sebenernya Putih tentang ada dan tiada, kematian dan kelahiran. Kami bawain setengah partnya aja.  Dari itu ada yang membuntuti dan seseorang tidak dikenal bertanya-tanya ini ERK siapa?,” ujar Poppie Airil saat diwawancarai usai mengisi diskusi di salah satu kafe di Karawang, pada 22 Oktober lalu.

Selain itu, ia juga mengakui bahwa Kios Ojo Keos yang menjadi bagian ruang pergerakannya tak luput diintai oleh beberapa orang yang tidak dikenal.

“Kios Ojo Keos yang memang sering membuat acara diskusi buku dan membahas aktivisme juga tidak luput dari pantauan seseorang yang mengaku dari kepolisian,” terangnya.

Adapun pertanyaan kepolisian tersebut seputar aktivitas di Kios Ojo Keos. “Kepolisian nanyanya ini tempat apa? Suka bikin apa?,” bebernya.

Bahkan ERK pernah tidak diperbolehkan tampil saat berada dalam kegiatan Aksi Kamisan.

“Kami sempat dilarang tampil oleh aparat di Aksi Kamisan,” katanya.

Akan tetapi lanjutnya, hal tersebut tidak membuat ERK mengubah gerakannya untun tetap membawa nuansa aktivismenya.

“Kenapa kami membawakan lagu kritik sosial dan politik karena memang itu keseharian yang kami alami, apalagi Mas Cholil ini boardnya di Kontras,” pungkasnya.

4 Kali Masuk Nominasi AMI Award Bless The Knights Hadirkan Knight League Part 2 

Categories: NEWS

Share
Skena metal kembali diguncangkan oleh Bless The Knights yang berturut-turut lagu-lagunya masuk nominasi Anugerah Musik Indonesia (AMI) award sebagai Best Metal Action 2024. Perihal itu, Bless The Knights merayakannya dengan menghadirkan Knight League ke-2 di New Viva Entertainment (NVE) Cinere, Depok.

Bless The Knights dikenal skena metal sebagai pelopor genre djent di Indonesia. Dalam perayaan itu juga Bless The Knights resmi merilis single terbaru bertajuk Crying in the Desert.

Frizt Faraday selaku gitaris dan punggawa Bless The Knights mengatakan Knight League ini sudah pernah diadakan pada tahun 2018.

“Knight League ini kedua diadakan sebagai perayaan lagu Parekletos masuk dalam nominasi AMI award 2024 sebagai Best Metal Action,” kata Frizt sapaan akrabnya saat ditemui dalam Knight League di NVE Cinere, Depok pada Minggu (24/11/2024).

Dalam pantauan di lokasi, Knight League hadirkan beberapa band yakni Blood The Face, Last Blood, Flip Me!, My Beloved Enemy, dan Humanimal.

Fritz juga menjelaskan nominasi AMI award bukan hanya pada tahun 2024 saja. Pada tahun-tahun sebelumnya, Bless The Knights juga pernah masuk nominasi dengan judul lagu Metamorphosis.

“Jadi masuk nominasi bagi kami menjadi sebuah kebanggaan bahkan berturut-turut,” ucapnya.

Namun katanya, Frizth mengakui masuk nominasi tidak semudah membalikkan telapak tangan. 

“AMI itu membuka peluang bagi mereka yang ingin lagunya itu masuk dalam nominasi dan kami melakukan sejak tahun 2016,” terangnya.

Frizth juga berharap skena metal tetap hidup di Indonesia dan tidak dipandang sebelah mata.

“Semoga skena metal tetap hidup dan mampu diterima,” pungkasnya.

Raung terakhir sang pembangkang, Rest in power Paul Di’anno

Categories: NEWS

Share
Dunia metal berkabung, Paul Di'Anno, mantan vokalis pertama Iron Maiden baru saja meninggalkan kita semua  pada 21 Oktober 2024, dan. Beberapa bulan sebelum kematiannya, Di'Anno dikonfirmasi mengalami infeksi yang semakin parah dan sempat dirawat di rumah sakit. Hingga menghembuskan napas terakhir di Salisbury, Wiltshire, pada usia 66 tahun. Getaran duka ini sangat mengguncang barisan metalheads. Sambutan duka dari penggemar hingga musisi bereaksi melalui berbagai media sosial, menyampaikan rasa kehilangan mereka terhadap salah satu pioneer heavy metal. Lalu apakah api ini akan padam?

Kobaran Power Of Paul

Tak hanya dikenang karena frontman legendaris di era awal Iron Maiden, tapi juga karena ia meletakkan fondasi penting untuk kebangkitan New Wave of British Heavy Metal (NWOBHM). Bersama Iron Maiden, Di'Anno membawakan energi liar dan sikap tanpa basa-basi dalam dua album pertama band ini—Iron Maiden (1980) dan Killers (1981)—yang sukses mencatatkan sejarah.

Setelah cabut dari Iron Maiden pada 1981, Di'Anno terus berkarya dengan berbagai proyek musik. Meski ia mungkin tak lagi berada di puncak seperti masa itu, vibrasinya tetap hidup lewat band-band seperti Battlezone dan Killers, serta beberapa proyek solo. Tahun 2024 Di'Anno  kembali berkarya bersama album The Book of The Beast. Pembuktian bahwa ia benar-benar seorang pembangkang meskipun kesehatan sering kali unjuk menantang di balik layar​.

Perjalanan hidupnya yang "tanpa rem" membuatnya sulit mengelak berbagai masalah, termasuk tantangan kesehatan serius yang mengharuskannya menjalani operasi berkali-kali. Namun, Di'Anno adalah petarung sejati. "I’m a stubborn bugger" ucapnya dalam salah satu wawancara terakhirnya—menegaskan bahwa ia tak pernah berhenti meskipun dunia di sekitarnya mencoba menjatuhkannya. Begitu banyak penggemar yang menghormatinya karena hal ini: ia tak hanya hidup untuk musik, ia juga meraung untuk dunia.

Sang pemberontak ikonis, raungannya akan selalu membakar seperti "the trooper" dan "run to the hills", api akan terus menyulut dan canggung padam dihati yang selalu mengenang raw-era Iron Maiden. Rest in power, Paul!

Sumber :