Dunia metal berkabung, Paul Di'Anno, mantan vokalis pertama Iron Maiden baru saja meninggalkan kita semua pada 21 Oktober 2024, dan. Beberapa bulan sebelum kematiannya, Di'Anno dikonfirmasi mengalami infeksi yang semakin parah dan sempat dirawat di rumah sakit. Hingga menghembuskan napas terakhir di Salisbury, Wiltshire, pada usia 66 tahun. Getaran duka ini sangat mengguncang barisan metalheads. Sambutan duka dari penggemar hingga musisi bereaksi melalui berbagai media sosial, menyampaikan rasa kehilangan mereka terhadap salah satu pioneer heavy metal. Lalu apakah api ini akan padam?
Kobaran Power Of Paul
Tak hanya dikenang karena frontman legendaris di era awal Iron Maiden, tapi juga karena ia meletakkan fondasi penting untuk kebangkitan New Wave of British Heavy Metal (NWOBHM). Bersama Iron Maiden, Di'Anno membawakan energi liar dan sikap tanpa basa-basi dalam dua album pertama band ini—Iron Maiden (1980) dan Killers (1981)—yang sukses mencatatkan sejarah.
Setelah cabut dari Iron Maiden pada 1981, Di'Anno terus berkarya dengan berbagai proyek musik. Meski ia mungkin tak lagi berada di puncak seperti masa itu, vibrasinya tetap hidup lewat band-band seperti Battlezone dan Killers, serta beberapa proyek solo. Tahun 2024 Di'Anno kembali berkarya bersama album The Book of The Beast. Pembuktian bahwa ia benar-benar seorang pembangkang meskipun kesehatan sering kali unjuk menantang di balik layar.
Perjalanan hidupnya yang "tanpa rem" membuatnya sulit mengelak berbagai masalah, termasuk tantangan kesehatan serius yang mengharuskannya menjalani operasi berkali-kali. Namun, Di'Anno adalah petarung sejati. "I’m a stubborn bugger" ucapnya dalam salah satu wawancara terakhirnya—menegaskan bahwa ia tak pernah berhenti meskipun dunia di sekitarnya mencoba menjatuhkannya. Begitu banyak penggemar yang menghormatinya karena hal ini: ia tak hanya hidup untuk musik, ia juga meraung untuk dunia.
Sang pemberontak ikonis, raungannya akan selalu membakar seperti "the trooper" dan "run to the hills", api akan terus menyulut dan canggung padam dihati yang selalu mengenang raw-era Iron Maiden. Rest in power, Paul!
Akhirnya band pvnk lejen NOFX resmi bubar. Setelah rumor panas tahun 2023 lalu. Lewat akun resmi 23punk_ NOFX confirmed semalam merupakan last show sekaligus farewell atau pesta punk terakhir bareng mereka di San Pedro, California. Ini bukan sekadar akhir bagi sebuah band, apakah ini momen yang menandai berakhirnya sebuah punk era?
Genap 41 tahun mengacak-acak panggung, membakar semangat para penggemar dan menginspirasi banyak band-band di Indonesia. Sulit membayangkan dunia punk tanpa NOFX. Padahal April 2024 lalu baru saja band tersebut rilis EP terbaru mereka Half Album yang sangat dinanti fans hingga lebih dari seabad lamanya. Dan untuk kelanjutan tour, apalagi berharap singgah lagi ke Indonesia? hanyalah impian belaka.
Siapa yang tidak kenal NOFX? Sejak terbentuk tahun 1983, mereka selalu bersuara lantang bagi kebebasan, pemberontakan, dan humor sarkastik yang mengena. Lagu-lagu mereka tidak hanya jadi anthem bagi kaum punk rawk, tetapi juga merangkul isu-isu sosial yang relevan hingga sekarang. Dari kritik politik hingga perjuangan hidup sehari-hari, NOFX selalu memberikan sentuhan anti-mainstreamyang bikin pendengarnya merenung, tertawa, dan kadang merasa ditampar kenyataan. Bahkan album NOFX tahun 1994, Punk in Drublic, masuk dalam daftar 50 Greatest Pop-Punk Albums versi majalah Rolling Stone. Bisa bersaing dengan band-band besar dimasanya, tanpa label terkenal hanya dengan prinsip DIY (Do It Yourself) milik mereka.
Dengan tur perpisahan yang sudah berlangsung, Fat Mike, sosok karismatik di balik band ini pun pernah spill bahwa inilah akhir bagi NOFX. “Kami udah tua, guys,” katanya dengan nada candaan khasnya. Tapi kita semua tahu, di balik kalimat ringan itu, ada rasa berat yang harus diterima oleh mereka yang tumbuh besar bersama familia NOFX.
Bubar memang terdengar menyedihkan, apalagi bagi generasi yang tumbuh di bawah bayang-bayang gitar kotor dan lirik-lirik sinis mereka. Namun, apakah ini berarti semangat punk ikut bubar? Tentu tidak. Warisan yang mereka tinggalkan akan selalu hidup. Punk itu tentang keberanian, bebas bertanggung jawab, perlawanan, dan live your lyfe—semangat ini nggak akan pernah mati.
Jadi, meski NOFX resmi bubar vibrasi mereka akan terus mengalir dalam darah setiap anak punk, setiap fans setia dan setiap orang yang pernah terpanggil oleh nyawa mereka. Punk Never Dies, begitu juga dengan karya yang telah NOFX semat dalam sejarah. Mungkin selamanya mereka turun dari panggung, tapi pesan dan energi mereka akan tetap menggaung.
NOFX : "you can watch tonight's final show live. There's bonus backstage coverage available too at nofx.veeps.com"
Comments
coba
•
2 months ago
menyala 🔥🔥🔥
Lahirkan Format Baru: Reiwa Bakal Bombardir Doomsday Open Air Festival
Menuju perhelatan Doomsday, Reiwa luncurkan format baru yang bakal membombardir stage nanti.
Rebing sebagai vocalist mengatakan bahwa Reiwa bakal luncurkan tiga single untuk EP terbaru di Doomsday.
“Iya, khusus Doomsday khusus lagu baru semua, benar-benar baru sekalian kenalin ini tuh Reiwa, identitas yang sekarang ini, formasinya ini,” katanya saat diwawancarai di sela latihan.
Sembari menyiapkan alat-alat musik untuk latihan, squad Reiwa mengisahkan kebanggaannya bisa tampil di Doomsday.
“Jadi gimana ceritanya, Reiwa bisa jadi line up di Doomsday?.” tanya tim Bvckle Smiggle di awal pertemuan dengan Reiwa.
“Berawal dari informasi dari Topan untuk ikutan submission acara Road To Distorsi Musik Keras di Karawang, dan dari hasil kurasi dari beberapa band, Reiwa yang terpilih untuk main di acara puncak event tersebut,” celetuk Septian Satriani a.k.a Iyang gitaris Reiwa.
Bahkan, Rebing mengakui tidak menyangka Reiwa bisa menjadi line up di Doomsday, karena lolos kurasi Road To Distorsi Musik Keras di Bogor kemarin dirasa sudah cukup puas. Tanpa diduga, pihak brand rokok tersebut secara langsung ngontek Iyang mengundang Reiwa untuk tampil kembali di acara Doomsday Open Air Festival. Salah satu event musik underground besar yang diselenggarakan tiap tahun di Bandung.
“Dari teman-teman tidak ada yang menyangka karena niatnya hanya ingin ngeband aja, dan mikirnya gak ada orang dalem juga. Yang kedua si Reiwa sendiri masih dibilang baru secara bandnya, bukan personilnya. Kalo personilnya mungkin Iyang, Dadang, dan Wali orang-orang lama!”.
Terbentuknya Reiwa
Reiwa lahir tahun 2019, dengan inisiasi dari Ryan Vidia Ex Bassist dari Reiwa, kata Reiwa sendiri diambil dari negeri matahari terbit atau dimaknai dengan istilah era baru dengan menjunjung tinggi nilai nilai kebudayaan serta perdamaian. Singkatnya Reiwa adalah implementasi hasil dari evaluasi internal pada masa Heisei.
Seiring berjalannya waktu, Reiwa mulai menggandeng sosok gitaris bernama Septian Satriani atau Iyang dan mulai meluncurkan single pertamanya berjudul “Hemodialysis" dengan konsep Instrumental. Kemudian, Reiwa mulai melengkapi instrumentalnya dengan mengajak Dadang Suhendar sebagai drummer dan Abdul Wali sebagai gitaris pendamping.
Tidak puas dengan instrumental, Reiwa akhirnya menarik Dendi Alamsyah a.k.a Rebing sebagai front man alias vocal . Dan lahirlah single kedua berjudul "Hanana" dan ketiga berjudul "Last Dance" lalu ditutup oleh lagu berjudul “Ace" dan kini bisa dinikmati di seluruh platform musik.
Format dan Materi terbaru Reiwa
“Ngomong-ngomong soal lagu barunya boleh gak spill dikit tema yang akan dibawakan dalam liriknya?” tanya kami sembari nongkrong malam lalu di basecamp mereka.
“Jadi sebenarnya sejak awal tahun 2024 materi sudah dipersiapkan karena ngeliat konflik horizontal yang mulai semakin menggila.”, lanjut Rebing “Urang (Saya) mah lirik, kalo musiknya baru Iyang yang buat.”
Dari penuturan Rebing, liriknya ditorehkan atas keresahan pribadi melihat apa yang terjadi.
“Intinya itu dari keresahan pribadi gitu kan, tentang keadaan, terus ya udah urang luapin dilirik. Kalau misalkan dari cara produksi lagunya si Reiwa mulai dari aransemen. Dari Iyang dilempar ke kita gitu kan para personal terus urang sebagai penulis ya tinggal nyari notasi kalau misakan ada part-part yang emang ada kayanya harus dipoles dikit, paling diriungin lagi. Tapi yang jelas aransemen dulu, baru notasi,” jelas Rebing.
Bocoran dari Rebing, lagu yang siap bombardir Doomsday besok berjudul Anosmia Empati yang mengisahkan fasisme terhadap kaum proletar.
“Anosmia Empati mah sebenernya lebih ke arah spesifiknya buat ke orang-orang fasis, jadi buat para pemangku kebijakan yang buta dan tuli terhadap kaum-kaum proletar,” ucapnya.
Saat ditanya soal ketertarikannya soal isu sosial dan politik, Rebing menjelaskan bahwa di EP ini sekadar tematik saja.
“Kayaknya engga sih, ini sebagai portal pembuka aja lebih ke arah pengenalan mungkin ya. Tapi yang jelas pasti ada arah kesana cuman ga dibikin lebih spesifik ke EP yang sekarang,” tuturnya menambahkan.
Selain lagu Anosmia Empati, dua lagu barunya berjudul Bigot dan Fundamental. Menurut Rebing kembali, tiga single di EP ini merupakan satu kesatuan atau trilogi.
“Nah si lagu itu teh semuanya saling berkaitan, semacam trilogi,” terangnya.
Tiga materi ganas pada EP ini merupakan amunisi baru Reiwa dihadapan para pecinta musik keras di Doomsday. Bocorannya selain membawakan tiga lagu baru mereka, juga membawakan dua lagu cover untuk memanaskan Bandung dipagi hari nanti.
“Yaa, sekalian rebranding, gitulah!”
Diakhir wawancara, Reiwa berharap bisa memberikan tampilan terbaik dan memuaskan para audience nanti besok Minggu yang perhelatannya akan diselenggarakan di Lapangan Pusenif, Bandung.
“Pokoknya yang jelas si Reiwa bakal lebih proper, beda, dan akan lebih keras lagi. Semoga puas dengan amunisi baru kami,” tegas Reiwa.
Jadi gimana, apa kalian juga tidak sabar melihat penampilan Reiwa nanti? Sampai ketemu besok yaaa!! —hell yah\m/